Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 10

Abstrak
Tulisan ini bertujuan memaparkan evaluasi heuristik terhadap empat aplikasi open source Groupware berdasarkan sepuluh prinsip heuristik Nielsen. Groupware sebagai Computer-Supported Cooperative Work (CSCW) sangat dibutuhkan untuk mendukung e-Government mengingat tuntutan era globalisasi menuju transformasi knowledge-based organization. Hasil perbandingan akan digunakan sebagai acuan dalam tahap lanjutan yaitu pembuatan paket aplikasi Groupware siap instal yang terintegrasi pada server berbasis linux. Hasil dari penelitian ini adalah kesimpulan mengenai aplikasi Groupware yang paling sesuai dengan kebutuhan pengguna berdasarkanperbandingan usability heuristic Nielsen.
Kata kunci: Evaluasi Heuristik, Open Source
Groupware, Collaborative Software, e-Government

1. Pendahuluan
Salah satu program kunci prioritas utama pengembangan Information and Communication Technology (ICT) nasional adalah pelaksanaan e-Government. [1] Peran e-Government sebagai organisasi virtual yang bergerak di manajemen pelayanan publik dan proses bisnis internal organisasi itu sendiri tidak terlepas dari pentingnya implementasi Knowledge Management (KM) sebagai alat bantu pengambil keputusan dan
implementator program secara cepat mengingat definisi e-Government adalah penerapan ICT untuk peningkatan kinerja pemerintahan. Salah satu fungsionalitas teknologi KM diwujudkan dalam aplikasi Groupware. [2, 3, 4] Groupware merupakan perangkat lunak yang didesain untuk mempermudah dan mengintegrasikan pekerjaan dalam suatu kelompok, yang mencakup tiga aspek kebutuhan pengguna, yaitu Communication, Conferencing, dan Coordination. [5] Konsep Sistem Groupware untuk menawarkan fungsi pelayanan publik secara online dipaparkan pada World Congress on IT 2004 [6].Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji perbandingan heuristik terhadap empat aplikasi open source Groupware sebagai solusi praktis proses bisnis internal instansi pemerintahan.

2. Evaluasi Heuristik
Uji Heuristik dalam penelitian ini merupakan teknik pengujian berdasarkan aspek desain user interface terhadap usabilitas system yang memungkinkan untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan cepat dan efisien.Pengujian aplikasi dengan evaluasi Heuristik pada penelitian ini menggunakan sepuluh prinsip Nielsen yaitu Visibility of system status, Match with the real world, User Control and Freedom, Consistency and standards, Error prevention, Recognition than recall, Flexibility and efficiency of use, Aesthetic and minimalist design, Help users recognize, diagnose, and recover from errors, dan Help and documentation[7]. Penelitian dengan menggunakan metode yang sama yaitu uji heuristik telah dilakukan pada
beberapa negara salah satunya yaitu Evaluasi Heuristik pada pengembangan website e-Government Saudi Arabia yang dilakukan dengan menjabarkan permasalahan yang ditemukan melalui pendekatan evaluatif dari tampilan web desain. Hasil evaluasi ditampilkan dalam grafik perbandingan dua aplikasi website e- Government menurut sepuluh prinsip Nielsen.

3. Hasil dan Pembahasan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu penyebaran angket survey terhadap aplikasi Groupware yang diuji dan penghitungan hasil evaluasi heuristik empat aplikasi tersebut. Survey dilakukan terhadap 13 responden calon pengguna aplikasi untuk menghasilkan kesimpulan aplikasi Groupware yang paling memenuhi kriteria kesesuaian dengan kebutuhan proses bisnis internal instansi pemerintahan yang berfokus pada project management, communication, dan knowledge sharing. Penelitian menggunakan Computer Science and Engineering, Information Systems Technologies and Applications
290 perbandingan dua aplikasi open source groupware dan dua aplikasi komersial groupware dengan fitur
dalam level yang seimbang pada daftar Colaborative Software. [5] Keempat aplikasi Groupware yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Feng Office,Zarafa, Zimbra, dan eGroupware.Feng Office merupakan SaaS (Software as aService) yaitu model pengembangan software bisnis yang memberikan layanan kepada costumer dengan mengintegrasikan layanan dukungan, perbaikan dan infrastruktur server. Aplikasi ini menyediakan solusi terintegrasi tanpa mengkhawatirkan lisensi software dan server berbayar. Layanan yang diberikan berupa konfigurasi software, pemeliharaan, update otomatis, informasi cadangan, dan membantu client dengan ketidaknyamanan yang ditemukan ketika mengintegrasikan dengan software lain [9] dokumen, instant messaging, serta manajemen kontrol dengan teknologi AJAX terbaru.Zarafa merupakan software kolaboratif berbasis open source yang dikembangkan oleh Perusahaan Zarafa di Belanda. Aplikasi ini menyediakan fasilitas penyimpanan email di sisi server dan memperkenalkan mail client berbasis ajax yang dinamakan WebAccess.Exchange server yang menyediakan fitur email dan penanggalan, penyimpanan dan editing.Tabel 1 menunjukkan hasil rata-rata penilaian empat aplikasi Groupware terhadap sepuluh prinsip heuristik Neilsen. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa rata-rata penilaian aplikasi telah memenuhi nilai ambang batas ditemukannya masalah heuristik pada aplikasi yaitu 2. Perbandingan nilai heuristik ini menggunakan skala 1 – 4, dimana skala penilaian 1 - 2 menunjukkan identifikasi munculnya masalah heuristik pada aplikasi sedangkan skala 3 -4 menunjukkan aplikasi bebas dari permasalahan heuristik Nielsen. Secara
keseluruhan, aplikasi Feng Office merupakan aplikasi yang memenuhi semua kriteria Nielsen dan memiliki rata-rata nilai uji di atas aplikasi yang lain.Hasil uji perbandingan empat aplikasi open source Groupware, yaitu Feng Office, Zarafa,Zimbra, dan eGroupware dengan menggunakan evaluasi Heuristik ditampilkan pada tabel 1.
Computer Science and Engineering, Information Systems Technologies and Applications 291

4. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat aplikasi yang diuji telah memenuhi standar heuristik aplikasi Groupware yang baik sesuai sepuluh prinsip Nielsen dengan nilai ambang batas 2 kecuali aplikasi Zarafa pada prinsip ‘Help and documentation’. Secara keseluruhan Feng Office merupakan software dengan tingkat heuristik di atas aplikasi Groupware lainnya yaitu Zarafa, Zimbra, dan eGroupware kecuali pada aspek ‘Match with the real world’ dan ‘Help and Documentation’ yang berada di bawah nilai heuristik aplikasi eGroupware. Dapat disimpulkan bahwa aplikasi Feng Office merupakan aplikasi Groupware yang mendekati kriteria kebutuhan proses bisnis internal instansi pemerintahan berfokus pada project management, communication, dan knowledge sharing.
Baca selanjutnya...

Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 9

ARTIKULASI KONSEP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN:
Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya

Abstract
Articulation of the policy implementation has gained substantial currency and popularity among teoriticians and pratitioners. Many now indicate an interest or involvement in discussion about such topic as policy implementation perspectives, comparative models of policy implementation, and measurement of policy implementation. At the same time, perspectives, schools and program have been introduced and established. In spite of all this interest in policy implementation concepts and dimensions, there is still no aggreement on what policy implementation model applicable to all kinds of development programs or project. This article will explain more detail about policy implementation concepts, and their perspectives, models and measurement criteria.   

Pendahuluan
Eugene Bardach dalam tulisannya mengatakan bahwa penulis yang lebih awal memberikan perhatian terhadap masalah implementasi ialah Douglas R. Bunker dalam penyajiannya di depan the American Association for the Advancement of Science pada tahun 1970. Pada saat itu disajikan untuk pertama kali secara konseptual tentang proses implementasi kebijakan sebagai suatu fenomena sosial politik (Edward III, 1984: 1). Konsep tersebut kemudian semakin marak dibicarakan seiring dengan banyaknya pakar yang memberikan kontribusi pemikiran mengenai implementasi kebijakan sebagai salah satu tahap dari proses kebijakan. Wahab dan beberapa penulis menempatkan tahap implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda, namun pada prinsipnya setiap kebijakan publik selalu ditindaklanjuti dengan implementasi kebijakan (Wahab, 1991: 117). Oleh karena itu, implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan (Ripley dan Franklin, 1982, dalam Tarigan, 2000: 14; Wibawa dkk., 1994: 15). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edwards III (1984: 1) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat.
Tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro (Wibawa, 1994: 2).

Pengertian
Grindle (1980: 7) menyatakan, implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Sedangkan Van Meter dan Horn (Wibawa, dkk., 1994: 15) menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Grindle (1980: 7) menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran.
Menurut Lane, implementasi sebagai konsep dapat dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, implementation = F (Intention, Output, Outcome). Sesuai definisi tersebut, implementasi merupakan fungsi yang terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai produk dan hasil dari akibat. Kedua, implementasi merupakan persamaan fungsi dari implementation = F (Policy, Formator, Implementor, Initiator, Time). Penekanan utama kedua fungsi ini adalah kepada kebijakan itu sendiri, kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam kurun waktu tertentu (Sabatier, 1986: 21-48).
Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan Van Meter dan Horn (Grindle, 1980: 6) bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders).

Perspektif Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif atau pendekatan. Salah satunya ialah implementation problems approach yang diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9-10). Edwards III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan? dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan? Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan.
Komunikasi suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan. Sumber daya, meliputi empat komponen yaitu staf yang cukup (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen pelaksana terhadap program. Struktur birokrasi didasarkan pada standard operating prosedure yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan.
Untuk memperlancar implementasi kebijakan, perlu dilakukan diseminasi dengan baik. Syarat pengelolaan diseminasi kebijakan ada empat, yakni: (1) adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah untuk menjelaskan perlunya secara moral mematuhi undang-undang yang dibuat oleh pihak berwenang; (2) adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. Kesadaran dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan terwujud manakala kebijakan dianggap logis; (3) keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah; (4) awalnya suatu kebijakan dianggap kontroversial, namun dengan berjalannya waktu maka kebijakan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983: 5), terdapat dua perspektif dalam analisis implementasi, yaitu perspektif administrasi publik dan perspektif ilmu politik. Menurut perspektif administrasi publik, implementasi pada awalnya dilihat sebagai pelaksanaan kebijakan secara tepat dan efisien. Namun, pada akhir Perang Dunia II berbagai penelitian administrasi negara menunjukkan bahwa ternyata agen administrasi publik tidak hanya dipengaruhi oleh mandat resmi, tetapi juga oleh tekanan dari kelompok kepentingan, anggota lembaga legislatif dan berbagai faktor dalam lingkungan politis.
Perspektif ilmu politik mendapat dukungan dari pendekatan sistem terhadap kehidupan politik. Pendekatan ini seolah-olah mematahkan perspektif organisasi dalam administrasi publik dan mulai memberikan perhatian terhadap pentingnya input dari luar arena administrasi, seperti ketentuan administratif, perubahan preferensi publik, teknologi baru dan preferensi masyarakat. Perspektif ini terfokus pada pertanyaan dalam analisis implementasi, yaitu seberapa jauh konsistensi antara output kebijakan dengan tujuannya.
Ripley memperkenalkan pendekatan “kepatuhan” dan pendekatan “faktual” dalam implementasi kabijakan (Ripley & Franklin, 1986: 11). Pendekatan kepatuhan muncul dalam literatur administrasi publik. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada tingkat kepatuhan agen atau individu bawahan terhadap agen atau individu atasan. Perspektif kepatuhan merupakan analisis karakter dan kualitas perilaku organisasi. Menurut Ripley, paling tidak terdapat dua kekurangan perspektif kepatuhan, yakni: (1) banyak faktor non-birokratis yang berpengaruh tetapi justru kurang diperhatikan, dan (2) adanya program yang tidak didesain dengan baik. Perspektif kedua adalah perspektif faktual yang berasumsi bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yang mengharuskan implementor agar lebih leluasa mengadakan penyesuaian.
Kedua perspektif tersebut tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Secara empirik, perspektif kepatuhan mulai mengakui adanya faktor eksternal organisasi yang juga mempengaruhi kinerja agen administratif. Kecenderungan itu sama sekali tidak bertentangan dengan perspektif faktual yang juga memfokuskan perhatian pada berbagai faktor non-organisasional yang mempengaruhi implementasi kebijakan (Grindle, 1980: 7).
Berdasarkan pendekatan kepatuhan dan pendekatan faktual dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh kemampuan implementor, yaitu: (1) kepatuhan implementor mengikuti apa yang diperintahkan oleh atasan, dan (2) kemampuan implementor melakukan apa yang dianggap tepat sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor non-organisasional, atau pendekatan faktual.
Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya.

Model Implementasi Kebijakan
Menurut Sabatier (1986: 21-48), terdapat dua model yang berpacu dalam tahap implementasi kebijakan, yakni model top down dan model bottom up. Kedua model ini terdapat pada setiap proses pembuatan kebijakan. Model elit, model proses dan model inkremental dianggap sebagai gambaran pembuatan kebijakan berdasarkan model top down. Sedangkan gambaran model bottom up dapat dilihat pada model kelompok dan model kelembagaan.
Grindle (1980: 6-10) memperkenalkan model implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks politik administratif. Proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses administrasi terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
T.B. Smith mengakui, ketika kebijakan telah dibuat, kebijakan tersebut
harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan (Nakamura dan Smallwood, 1980: 2). Pada gambar 01 terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas sebagai wujud orientasi nilai kebijakan. Tujuan implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai. Program dilaksanakan sesuai dengan rencana. Implementasi kebijakan atau program – secara garis besar – dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran program berdasarkan tujuan kebijakan. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu dan kelompok maupun masyarakat.
Luaran implementasi kebijakan adalah perubahan dan diterimanya
Pada aspek pelaksanaan, terdapat dua model implementasi kebijakan publik yang efektif, yaitu model linier dan model interaktif (lihat Baedhowi, 2004: 47). Pada model linier, fase pengambilan keputusan merupakan aspek yang terpenting, sedangkan fase pelaksanaan kebijakan kurang mendapat perhatian atau dianggap sebagai tanggung jawab kelompok lain. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tergantung pada kemampuan instansi pelaksana. Jika implementasi kebijakan gagal maka yang disalahkan biasanya adalah pihak manajemen yang dianggap kurang memiliki komitmen sehingga perlu dilakukan upaya yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pelaksana.Berbeda dengan model linier, model interaktif menganggap pelaksanaan kebijakan sebagai proses yang dinamis, karena setiap pihak yang terlibat dapat mengusulkan perubahan dalam berbagai tahap pelaksanaan. Hal itu dilakukan ketika kebijakan publik dianggap kurang memenuhi harapan stakeholders. Ini berarti bahwa berbagai tahap implementasi kebijakan publik akan dianalisis dan dievaluasi oleh setiap pihak sehingga potensi, kekuatan dan kelemahan setiap fase pelaksanaannya diketahui dan segera diperbaiki untuk mencapai tujuan.
Pada gambar 03 terlihat bahwa meskipun persyaratan input sumberdaya merupakan keharusan dalam proses implementasi kebijakan, tetapi hal itu tidak menjamin suatu kebijakan akan dilaksanakan dengan baik. Input sumberdaya dapat digunakan secara optimum jika dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan terjadi interaksi positif dan dinamis antara pengambil kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengguna kebijakan (masyarakat) dalam suasana dan lingkungan yang kondusif.
Jika model interaktif implementasi kebijakan di atas disandingkan dengan model implementasi kebijakan yang lain, khususnya model proses politik dan administrasi dari Grindle, terlihat adanya kesamaan dan representasi elemen yang mencirikannya. Tujuan kebijakan, program aksi dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai menurut Grindle menunjukkan urgensi fase pengambilan keputusan sebagai fase terpenting dalam model linier implementasi kebijakan. Sementara itu, enam elemen isi kebijakan ditambah dengan tiga elemen konteks implementasi sebagai faktor yang mempengaruhi aktivitas implementasi menurut Grindle mencirikan adanya interaksi antara pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengguna kebijakan dalam model interaktif. Begitu pula istilah model proses politik dan proses administrasi menurut Grindle, selain menunjukkan dominasi cirinya yang cenderung lebih dekat kepada ciri model interaktif implementasi kebijakan, juga menunjukkan kelebihan model tersebut dalam cara yang digunakan untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan, beserta output dan outcomesnya.
Selain model implementasi kebijakan di atas Van Meter dan Van Horn mengembangkan Model Proses Implementasi Kebijakan. (Tarigan, 2000: 20). Keduanya meneguhkan pendirian bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan dalam bertindak merupakan konsep penting dalam prosedur implementasi. Keduanya mengembangkan tipologi kebijakan menurut: (i) jumlah perubahan yang akan dihasilkan, dan (ii) jangkauan atau ruang lingkup kesepakatan mengenai tujuan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Tanpa mengurangi kredibilitas model proses implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn terlihat bahwa elemen yang menentukan keberhasilan penerapannya termasuk ke dalam elemen model proses politik dan administrasi menurut Grindle. Kata kunci yakni perubahan, kontrol dan kepatuhan termasuk dalam dimensi isi kebijakan dan konteks implementasi kebijakan. Demikian pula dengan tipologi kebijakan yang dibuat oleh keduanya termasuk dalam elemen isi kebijakan dan konteks implementasi menurut Grindle. Tipologi jumlah perubahan yang dihasilkan termasuk dalam elemen isi kebijakan dan tipologi ruang lingkup kesepakatan termasuk dalam konteks implementasi.
Sejalan dengan pendapat di atas, Korten (baca dalam Tarigan, 2000: 19) membuat Model Kesesuaian implementasi kebijakan atau program dengan memakai pendekatan proses pembelajaran. Model ini berintikan kesesuaian antara tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program, yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program dan kelompok sasaran program.
Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.
Berdasarkan pola yang dikembangkan Korten, dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan, kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Model kesesuaian implementasi kebijakan yang diperkenalkan oleh Korten memperkaya model implementasi kebijakan yang lain. Hal ini dapat dipahami dari kata kunci kesesuaian yang digunakan. Meskipun demikian, elemen yang disesuaikan satu sama lain – program, pemanfaat dan organisasi – juga sudah termasuk baik dalam dimensi isi kebijakan (program) dan dimensi konteks implementasi (organisasi) maupun dalam outcomes (pemanfaat) pada model proses politik dan administrasi dari Grindle.

Kriteria Pengukuran Implementasi Kebijakan
Menurut Grindle (1980: 10) dan Quade (1984: 310), untuk mengukur kinerja implementasi suatu kebijakan publik harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan. Perhatian itu perlu diarahkan karena melalui pemilihan kebijakan yang tepat maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya yang positif atau negatif. Jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan akan menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan akan berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif maka akan terjadi benturan sikap, sehingga proses implementasi terancam akan gagal. Lebih daripada tiga aspek tersebut, kepatuhan kelompok sasaran kebijakan merupakan hasil langsung dari implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.
Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin (1986: 12) didasarkan pada tiga aspek, yaitu: (1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang, (2) adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta (3) pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program yang ada terarah. Sedangkan menurut Goggin et al. (1990: 20-21, 31-40), proses implementasi kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari institusi yang lebih tinggi ke institusi yang lebih rendah diukur keberhasilan kinerjanya berdasarkan variabel: (1) dorongan dan paksaan pada tingkat federal, (2) kapasitas pusat/negara, dan (3) dorongan dan paksaan pada tingkat pusat dan daerah.
Variabel dorongan dan paksaan pada tingkat pusat ditentukan oleh legitimasi dan kredibilitas, yaitu semakin sahih kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di mata daerah maka semakin besar kredibilitasnya, begitu pula sebaliknya. Untuk mengukur kekuatan isi dan pesan kebijakan dapat dilihat melalui: (i) besarnya dana yang dialokasikan, dengan asumsi bahwa semakin besar dana yang dialokasikan maka semakin serius kebijakan tersebut dilaksanakan dan (ii) bentuk kebijakan yang memuat antara lain, kejelasan kebijakan, konsistensi pelaksanaan, frekuensi pelaksanaan dan diterimanya pesan secara benar. Sementara itu, untuk mengetahui variabel kapasitas pusat atau kapasitas organisasi dapat dilihat melalui seberapa jauh organisasi pelaksana kebijakan mampu memanfaatkan wewenang yang dimiliki, bagaimana hubungannya dengan struktur birokrasi yang ada dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai sumberdaya yang tersedia dalam organisasi dan dalam masyarakat.
Model kesesuaian implementasi kebijakan atau program dari Korten juga relevan digunakan (lihat kembali Gambar 3 dan penjelasannya) sebagai kriteria pengukuran implementasi kebijakan. Dengan kata lain, keefektifan kebijakan atau program menurut Korten tergantung pada tingkat kesesuaian antara program dengan pemanfaat, kesesuaian program dengan organisasi pelaksana dan kesesuaian program kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana.
Selain kriteria pengukuran implementasi kebijakan di atas, perlu pula dipahami adanya hubungan pengaruh antara implementasi kebijakan dengan faktor lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Meter dan Van Horn (lihat Grindle, 1980: 6) bahwa terdapat variabel bebas yang saling berkaitan sekaligus menghubungkan antara kebijakan dengan prestasi kerja. Variabel yang dimaksud oleh keduanya meliputi: (i) ukuran dan tujuan kebijakan, (ii) sumber kebijakan, (iii) ciri atau sifat badan/instansi pelaksana, (iv) komunikasi antar organisasi terkait dan komunikasi kegiatan yang dilaksanakan, (v) sikap para pelaksana, dan (vi) lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Menurut Quade (1984: 310), dalam proses implementasi kebijakan yang ideal akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi pengimplementasi, kelompok sasaran dan faktor lingkungan yang mengakibatkan munculnya tekanan dan diikuti dengan tindakan tawar-menawar atau transaksi. Dari transaksi tersebut diperoleh umpan balik yang oleh pengambil kebijakan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan selanjutnya. Quade memberikan gambaran bahwa terdapat empat variabel yang harus diteliti dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu: (1) Kebijakan yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang menetapkan kebijakan berusaha untuk mewujudkan; (2) Kelompok target, yaitu subyek yang diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek yang harus berubah untuk memenuhi kebutuhannya; (3) Organisasi yang melaksanakan, yaitu biasanya berupa unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan; dan (4) Faktor lingkungan, yaitu elemen dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan.
Sebagai komparasi dapat dipahami pemikiran Mazmanian dan Sabatier yang mengembangkan “kerangka kerja analisis implementasi” (lihat Wahab, 1991: 117). Menurutnya, peran penting analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel yang dimaksud oleh Mazmanian dan Sabatier diklasifikasikan ke dalam tiga kategori umum, yaitu: (1) mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang digarap; (2) kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses implementasinya; dan (3) pengaruh langsung variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam kebijakan. Ketiga variabel ini disebut variabel bebas yang dibedakan dengan tahap implementasi yang harus dilalui sebagai variabel terikat.
Variabel mudah atau sulitnya suatu masalah dikendalikan mencakup: (i) kesukaran teknis, (ii) keragaman perilaku kelompok sasaran, (iii) persentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah penduduk, dan (iv) ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan. Variabel kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses implementasi mencakup: (i) kejelasan dan konsistensi tujuan, (ii) ketepatan alokasi sumber daya, (iii) keterpaduan hirarki dalam dan di antara lembaga pelaksana, (iv) aturan keputusan dari badan pelaksana, (v) rekruitmen pejabat pelaksana, dan (vi) akses formal pihak luar. Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi mencakup: (i) kondisi sosial ekonomi dan teknologi, (ii) dukungan publik, (iii) sikap dan sumber daya yang dimiliki kelompok, (iv) dukungan dari pejabat atasan, dan (v) komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana (Keban, 2007: 16). Sedangkan variabel terikat yang ditunjukkan melalui tahapan dalam proses implementasi mencakup: (i) output kebijakan badan pelaksana, (ii) kesediaan kelompok sasaran mematuhi output kebijakan, (iii) dampak nyata output kebijakan, (iv) dampak output kebijakan sebagaimana yang dipersepsikan, dan (v) perbaikan.

Penutup
Artikulasi konsep implementasi kebijakan ini menunjukkan adanya perpaduan sejumlah elemen dari model-model implementasi kebijakan, khususnya elemen model proses politik dan administrasi, model kesesuaian, model linier dan model interaktif ke dalam suatu konstruksi model deskriptif sistem determinan implementasi kebijakan. Kerangka konseptual yang telah dibicarakan di atas mencakup dimensi dan indikator dari keempat model implementasi kebijakan yang diperkenalkan. Aspek yang secara langsung mengacu pada model proses politik dan administrasi adalah kesesuaian isi kebijakan dengan apa yang dilaksanakan, jenis manfaat yang dirasakan oleh kelompok target dan perubahan yang terjadi melalui implementasi kebijakan. Tiga aspek tersebut merupakan elemen dari dimensi isi kebijakan dalam model proses politik dan administrasi. Sedangkan aspek yang secara tidak langsung mengacu pada keempat model implementasi kebijakan tersebut adalah sebagian besar dari aspek kebijakan yang dibicarakan, seperti aspek kejelasan tujuan kebijakan bagi pelaksana, kesesuaian isi kebijakan dan konsistensi isi kebijakan dengan program dan pelaksanaannya. Tiga aspek kebijakan tersebut implisit dalam makna dari kata kepentingan yang berpengaruh sebagai elemen dari dimensi isi kebijakan dalam model proses politik dan administrasi. Begitu pula aspek lain yang dibicarakan, seperti hubungan sosial yang solid, kerjasama dengan lembaga mitra, kepemimpinan berdasarkan hati nurani dan politik, implisit dalam makna kata daya tanggap, kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor serta kepatuhan. Aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari dimensi konteks implementasi dalam model proses politik dan administrasi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan.
Baca selanjutnya...

Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 8

MODEL-MODEL SISTEM

Tinjauan
1.      Formalisasi standard dari RPL untuk membuat sistem yang interaktif, yaitu berbasis model, misal Z, formalisasi aljabar, logika temporal dan deontic
2.     Model-model interaksi khusus, seperti predictability dan observability; reachability dan undo
3.     Model interaksi yang lengkap, yang dapat mengelompokkan fenomena seperti event atau status, memasukkan psikologi dan penekanan masalah feedback pada interface.

Formalisasi Standard

Tujuan spesifikasi formal ada 2 :
¨    Komunikasi
¨    Analisa

Notasi formal untuk komunikasi

Spesifikasi dapat dibuat sebagai bahasa yang ‘umum’ antar tim desain, desainer dan pembuat sistem. Ide2 tentang tampilan layar dapat dengan muda divisualisasikan dengan bantuan paket2 untuk menggambar (drawing tool), tetapi perilaku sistem yang dinamis sulit dikomunikasikan.
Sering spesifikasi formal menjadi ambigu sehingga deskripsi sistem menjadi ambigu pula            salah !
Simbol yang digunakan dan manipulasinya mempunyai arti dalam sistem formal, tetapi interpretasi simbol tersebut dapat berbeda untuk setiap orang.
Contoh :    layout layar untuk warna (x,y) koordinat (0,0)

                   (x,y) = (0,0) = ? (kiri bawah atau kanan bawah)
                                                                   ambigu

PENTING !, jika membuat spesifikasi formal perlu disertai dengan penjelasan/ komentar dan deskripsinya/ dokumentasi.

Notasi Formal untuk analisa

Spesifikasi formal dapat dianalisa dalam berbagai cara :
¨    Periksa konsistensi internal,
Lihat jika setiap statement dibuat dalam satu bagian yang saling berkontradiksi. Contoh : umumnya tidak memungkinkan membangun system yang sesuai dengan properti antara teori dan praktek.
¨    Periksa konsistensi eksternal,
Yang berhubugan dengan program (bukan keuntungan dalam IMK). Tugas verifikasi ini merupakan keuntungan dari spesifikasi formal dari sudut pandang RPL.
¨    Periksa konsistensi eksternal,
Yang berhubungan dengan kebutuhan2, beberapa diantaranya seperti properti keamanan, sistem khusus, dll. Kebutuhan lainnya tentang system khusus misalnya fungsi yang dapat diakses hanya dengan penekanan kurang dari 3 keystrokes.

Notasi Berorientasi Model

Dimulai  pada akhir 1970 dan 1980 untuk menyediakan software engineer kemampuan menggambarkan dan alasan tentang komponen software yang menggunakan konstruksi matematika seperti konstruksi yang digunakan dalam bahasa pemrograman. Notasi matematika ini menggambarkan perilaku dari system software yang didekatkan dengan bagaimana diprogramkan.
Ada 2 yang digunakan : Z dan VDM, digunakan untuk spesifikasi interface. Z digunakan untuk menspesifikasikan editor, window manager dan toolkit grafik Presenter.

v Simple Sets
Set yang paling sederhana (standard) : R =  bilangan real, Z = bilangan integer, N = bilangan asli. Yang non standard didefinisikan sebagai set baru dengan melisting angka-angka finite dari nilai yang mungkin dari set tersebut. Misal  bentuk2 geometri dalam grafik.
          Shape_type ::= line | ellipse | rectangle
          Keystrokes ::= a | b | … | z | A | B | … | 0 | … | 9 | cursor_left | …
Atau [Keystrokes]                                                              

Set2 tersebut dapat dibuat lebih kompleks lagi, meliputi tupel yang terurut, tidak terurut, yang disebut skema dalam Z, deretan dan fungsi.
Contoh : koordinat (x,y) untuk titik (point) memerlukan 2 tupel (pasangan terurut) dari R :       
Point ::= R x R; misal Point (1.2, -3.0)

Bentuk geometri dalam 4 tupel :
Shape_type x R x R x Point
                 Skema Z :
Shape
                                      type : Shape_type
                                      wid : R
                                      ht : R
                                      centre : Point

Jika menggunakan deklarasi skema, shape s dengan width atau centre dari s  dituliskan sebagai s.wid atau s.centre (seperti bahasa pascal dengan tipe record, C dengan ‘struct’)

Deretan (sequence) dapat mempunyai panjang tetap seperti array pada pascal. Dalam matematika panjang deretan bisa bervariasi. Dua deretan a dan b dapat digabungkan dengan memberikan deretan baru, ditulis sebagai a b – tipe list dalam LISP.

Function : perhitungan standard dalam bahasa pemrograman. Fungsi memetakan elemen2nya dari satu himpunan ke himpunan lainnya dan berlaku juga sebagai ‘kamus lookup’. Contoh : sqrt atau log.  Bergantung pada konteks yang digunakan, fungsi dalam spesifikasi diimplementasikan dengan fungsi tingkat program atau struktur data. Contohnya adalah fungsi untuk grafik, misal


[Id]
Shape_dict == Id               Shape

Set Id adalah set dari identifier yang akan digunakan sebagai label dari shape. Objek shapes dari tipe shape_dict adalah label yang memetakan fungsi ke shapes. Jika id adalah label khusus maka kamus shapes dapat memetakan ke persegi panjang-rectangle dengan lebar 2.3, tinggi 1.4 dan pusat (1.2, -3), dituliskan sebagai :
                             Shape(id).type = rectangle                                                                              Shape(id).wid = 2.3                      
Shape(id).height = 1.4                           
Shape(id).centre = (1.2, -3.0)

Shape_dict sebagai fungsi parsial. Fungsi parsial tidak dapat memetakan semua elemen sumber ke elemen himpunan tujuan. Tidak semua dalam Id adalah argument yang valid untuk shapes. Himpunan nilai yang valid disebut domain dari shapes ‘dom shapes’
                             dom shapes = {5,1,7,4}
          shapes(5),shapes(1),shapes(7),shapes(4) adalah valid.

v Zdraw – state dan invariant (sebuah system grafik sederhana)
Spesifikasi orientasi model sering ditulis dalam model yang imperative. Satu mendefinisikan state dari system dan kemudian operator sebagai efeknya. State dan operator dalam Z ditulis dalam notasi skema.
SKEMA

State                                      identifikasi/ definisi dari komponen
shapes : shape_dict             sistem grafik
selection : P id
selection Í dom shapes   

Init                                Sistem model geometri.
State                                       State tanpa bentuk (shapes) yang
dom shapes = { }                   dibuat/ dipilih
selection = { }

Init                                Definisi dari state awal
                   State                                       yang menghilangkan predikat
                   dom shapes = { }
Skema State terbagi dalam 2 bagian, yang ditandai dengan garis. Di atas garis sebagai komponen dari state system grafik. Di bawah garis adalah invariant – kondisi yang harus dipenuhi komponen state. Predikat pada garis yang terpisah diasumsikan digabungkan dengan logika “and”.  Set dengan objek yang terpilih sekarang harus selalu berada dalam set dari objek yang dibuat pada system. Kita tidak diperkenankan  memilih objek yang lain yang tidak dibuat user. System pemodelan geometri ini dimulai dengan state Init.

v Mendefinisikan Operasi
Untuk mendefinisikan operasi, perlu dibuat state dari sistem grafik. Misal untuk membuat shape baru seperti lingkaran, kita harus memilih ellipse. Lingkaran berukuran tetap muncul di layer, kemudian user bebas memindah dan membentuk ke posisi yang diinginkan.

Untuk mendefinisikan sebuah operasi, gambaran dari state system grafik sebelum dan sesudah operasi dibuat. Misal

          State                    sebelum kopi                        ?        input
          State’                   sesudah kopi                         !         output

Membuat New Ellipse yang berukuran tetap (diasumsikan berpusat di (0,0)).
NewEllipse
State
State’
newid? : Id
newshape? : Shape
newid? Ï dom shapes
newshapes?.type = Ellipse
newshapes?.wid = 1
newshapes?.ht = 1
newshapes?.centre = (0,0)
shapes’ = shapes U {newid?         Newshapes?}
selection’ = {newid?}

Hasil operasi ini adalah ter-update-nya kamus shape karena ada identifier ‘fresh’ ke bentuk elips baru yang didefinisikan dengan newshape?. Objek yang terpilih adalah objek baru.

Unselect                                Bentuk akan tetap sama setelah
State                                                operasi (secara eksplisit)
State’                                             
Selection’ = { }                       Operasi Unselect menjadikan
Shapes’ = shapes                         objek yang dipilih KOSONG

Issue for model-oriented notations
‘Framing problems’, terlalu mengerti tentang sesuatu yang akan terjadi secara eksplisit, tetapi sulit untuk memformulasikan (jika sesuatu tidak disebutkan, diasumsikan tidak berubah). Misal pada state inisialisasi Init, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa bentuk yang dipilih adalah kosong.  Pada operasi Unselect sangat penting secara eksplisit disebutkan bahwa kamus shape tetap sama setelah operasi.
‘Separation’, antara fungsionalitas sistem dan presentasi. Dalam contoh sebelumnya, ada identifikasi kamus bentuk yang dibuat, tetapi tidak disebutkan bagaimana bentuk2 tersebut dipresentasikan ke layar user. Informasi presentasi tidak diperlukan untuk mendefinisikan bagaimana system bekerja secara internal, tetapi penting untuk tepat tentang isu presentasi tentang fungsionalitas system.

Notasi Aljabar
Pada prinsipnya, spesifikasi aljabar tidak membuat gambaran dari komponen sebuah objek tetapi lebih ke seperti apa gambaran objek terlihat dari luar.

Aljabar versi Zdraw (lihat contoh sistem grafik sebelumnya).
Operasi ‘select’ : memilih objek terdekat dari pilihan yang ada
Operasi ‘unselect’ : menghapus pilihan yang ada.

Spesifikasi aljabar tidak menyediakan representasi/ model eksplisit dari sistem. Tipe-tipe yang penting dari state dideklarasikan dengan set operasi yang memanipulasinya. Set dari aksioma kemudian secara implicit mendefinisikan state system.

Algebraic-draw =
types
          State, Pt
operations
          init :           state
          new_ellipse, new_rectangle, new_line : Pt x State             State
          move : Pt x State               State
          unselect : State       State
          delete : State               State
axioms
          for all st ÎState; p, p’ Î Pt ·
1.      delete(new_ellipse(st)) = unselect(st)
2.     delete(new_rectangle(st)) = unselect(st)
3.     delete(new_line(st))      = unselect(st)
4.    move(p, unselect(st))     = unselect(st)
5.     resize(p, unselect(st)     = unselect(st)
6.    move(p, move(p’,st))     = move(p, st)
7.     resize(p, resize(p’,st))    = resize(p, st)
8.    delete(delete(st)) = delete(st)

Pertama mendeklarasikan tipe penting di spesifikasi yang akan bertindak sebagai argument pada beberapa operasi, dan state system grafik secara keseluruhan. Tidak ada informasi tersedia tentang bagaimana konstruksi dari tipe-tipe ini. Operasi dibuat dan didefinisikan sebagai input dan output. Operasi new_ellipse didefinisikan untuk satu titik dan current state sebagai argument dan mengembalikan state baru. Operasi init tidak mengambil argument dan menghasilkan satu state. Tipe dan operasi bersama2 membentuk signature dari spesifikasi AlgebraicDraw.

Aksioma adalah keterhubungan antara bermacam2 operasi. Aksioma menunjukkan bagaimana operasi berinteraksi dengan lainnya. 3 aksioma pertama merupakan pembuatan berbagai objek dan kemudian menghapusnya ini tidak mempunyai efek selain tidak memilih current objek. 2 aksioma berikutnya untuk memindah dan membentuk ulang ketika tidak ada objek yang dipilih sama sekali. Aksioma 6 dan 7, memindah dan membentuk ulang terlupakan jika kita melakukan dua pembentukan ulang pada dua baris sebelumnya seolah-olah kejadian pertama tidak pernah terjadi.  Pada pendekatan berorientasi model, akan lebih mudah menspesifikasikan bahwa operasi perpindahan adalah kumulatif – dua perpindahan sebelumnya adalah sama dengan melakukan satu pemindahan yang sama dengan jumlah dari dua pemindahan. Aksioma yang terakhir adalah aksi menghapus yang semakin terlupakan karena idempotent – melakukan penghapusan yang kedua adalah sia-sia.

Membaca urutan dalam formula aljabar
resize(p, move(p’, new_rectangle(st)), berarti melakukan new_rectangle, kemudian melakukan pemindahan dan kemudian pembentukan ulang. Akan lebih jelas jika dituliskan sebagai
 st1 = new_rectangle(st)
 st2 = move(p’, st1)
 st3 = resize(p, st2)

axiom 1 dan 5 dapat dituliskan
          new_ellipse; delete   = unselect
          unselect; resize(p)     = unselect

Logika Temporal dan Lainnya
Huruf digunakan untuk merepresentasikan statemen logika. Misal
(p Ù q) Ú r , dimana
p = ‘my nose is green’
q = ‘I’ve got ears like a donkey’
          r = ‘I’m called Alan’

Logika predikat dan logika proporsional (P(x) Ú Q(x)) digunakan sebagai bagian dari formalisasi. Kedua logika ini merupakan keluarga logika yang sangat sederhana yang dibentuk sebagai bagian dari filosofi dan logika matematika.

Simbol-simbol pada logika temporal.
Simbol dasar adalah  ÿ  ¯  "  $  Ø (always, eventually, for all, there exist, not)
  ÿØ = never
contoh :
ÿ(rains on Tuesday) = “always rains on Tuesday”
ÿ(Øp) it is always not true when p = p never happens
ÿØ(computer explodes)
ÿ(user types ‘print fred’ Þ  ¯ the laser printer prints the file ‘fred’)
                   = at all time, if the user types the command ‘print fred’, then
                      eventually the file ‘fred’ will be printed on the laser printer.

Operator tambahan
Eventually          before the end of this interval
p until q – p harus benar sampai q benar
p before q – p harus benar pada beberapa saat  sebelum q benar


          p until q, p benar hingga q benar lebih lemah dari ÿp, p benar selamanya
          p before q lebih kuat dari ¯p.

(¯ user types ‘print fred’) Þ the laser printer prints the file ‘fred’
                   = if at any time in the future the user types ‘print fred’, then the
                      system ought to print the file ‘fred’ now.

Logika Deontic
Logika deontic meliputi konsep agent (human, corporate dan computer) yang bertanggungjawab  dan saling ketergantungan di antara agent.
Operator umum : permission (per), obligation(obl). Kedua operator ini menggunakan dua argument; pertama adalah siapa yang memiliki permission atau obligation dan yang kedua adalah apakah mereka diijinkan atau diwajibkan untuk dibuat benar.
Contoh : perbaikan logika temporal sebelumnya,
                   Misal  agent user                  ‘Jane’
                             agent laser printer         ‘lp3’      

owns(Jane,file ‘fred’) Þ per(Jane, request(Jane,’print fred’))

                                                                   Clumsy
type(Jane,’print fred’) Þ obl(lp3, prints the file ‘fred’)

Pada formula yang pertama, jika Jane memiliki file ‘fred’ maka ia dijinkan untuk meminta perintah ‘print fred’. Di formula yang kedua disebutkan bahwa jika ia meminta perintah maka printer diwajibkan untuk mencetak ‘fred’.

request(‘print fred’), dapat dilakukan oleh agent sehingga formula di atas dapat diperbaiki sebagai :

owns(Jane, file ‘fred’) Þ per(Jane, request(Jane,’print fred’))
performs(Jane, request(‘print fred’)) Þ obl(lp3, print(the file 'fried')

                   WYSIWYG – What You See Is What You Get
System yang interaktif memiliki istilah ini, konsisten, memiliki fasilitas undo yang universal, dan lain-lain.
 
Model PIE
Model PIE adalah model black box, tidak untuk representasi arsitektur internal dan konstruksi dari system computer, tetapi menggambarkan input dari user dan output ke user. Perbedaan antara display sesaat dari system dan hasil yang permanent adalah sentral dari model PIE. Display disimbolkan D dan hasil disimbolkan dengan R. Prinsip observability merupakan hubungan antara display dan hasil.

Statement formal dari predictability adalah tentang state internal dari system. Ini bukan model black box. Pertama, state akan opaque-buram, tidak akan terlihat strukturnya hanya dalilnya. Kedua, state sebenarnya tidak akan dibicarakan hanya sifat idealnya. Akan merupakan state minimal bagi bakal perilaku eksternal, ini yang disebut sebagai efek (E).

Display : E           D, result : E                   R; fungsi interpretasi, I : P            E

Aksi user memberi perintah (commands = C) biasa disebut Program. Semua sejarah dari perintah user disebut program (P = seqC) dan efek current dikalkulasikan dari sejarah dengan menggunakan fungsi interpretasi (I).
                 
                                                                             R
                                                                    result
                                                I
                                      P                 E(ffect)
                                                        
                                                                    display
                                                                             D
Fungsi transisi state-nya :
doit : E x P                    E     
fungsi doit mengambil present state e dan beberapa perintah user p, dan memberikan stat baru setelah user memasukkan perintah doit(e,p).

Fungsi interpretasi(I) berrelasi dengan aksioma berikut :

doit(I(p),q)                  = I(p     q)
          doit(doit(e,p),q)         = doit(e, p     q)

Diagram PIE dapat dibaca pada level abstraksi yang berbeda.
C : keystrokes atau klik mouse
C = {‘a’, ‘b’, …, ‘0’, ‘1’, …, ‘*’, ‘&’, …}
D : display fisik
D = pixel_coord                   RGB_value
R : output yang dicetak
R = ink on paper

Model PIE merupakan interpretasi pada level fisik/ leksikal. Lebih berguna lagi untuk mengaplikasikan model pada level logika.
                                      ‘select bold font’
                                      window, button, field, …
Model ini dapat diaplikasikan di banyak level abstraksi.

Predictability & Observability
                                                                             R
                                                              result
                                                I
                                      P                 E
                                                        
                                                          observe
                                                                             O          D

WYSIWYG          memiliki 2 interpretasi :
1.      WYS adalah WYou will Get di printer, bagaimana kita menentukan hasil dari display
2.     WYS adalah WYou have Got di sistem, apa yang display berikan tentang efek.
Ke-2 interpretasi ini dianggap sebagai prinsip observability.

Keadaan sistem menunjukkan efek dari perintah2 berikutnya, sehingga jika sistem dapat diobservasi, display-nya menunjukkan suatu keadaan yang berarti predictable. (kasus khusus dari observability).

Formalisasi property. Kita dapat menentukan hasil dari display jika ada fungsi transparansi dari display ke hasil :

          $transparentR : D         R·
" e Î E · transparentR (display(e)) = result(e)

Untuk efeknya, state systemnya :
          $transparentE : D         E·
" e Î E · transparentE (display(e)) = e

Efek observable (O)
Sistem akan result observable jika hasil dapat  ditentukan dari efek observable :
          $predictR : O            R·
 " e Î E · predictR (observe(e)) = result(e)

Efek observasi memuat minimal informasi sebanyak hasilnya. Juga berisi informasi tambahan dari keadaan interaksi sistem. Misalnya pada saat mau melakukan pencetakan.

Kondisi yang lebih kuat dari system yang fully predictable :
          $transparentE : O            E·
 " e Î E · predict (observe(e)) = e
Kita dapat mengobserve state yang lengkap dari system. Kemudian kita dapat memprediksi apa pun dari system untuk melakukan sesuatu.

Reachability dan Undo
Suatu sistem dapat dikatakan tercapai (reachable) jika dari satu state dalam sistem dapat mencapai satu state lainnya.
" e, e’ Î E · ($ p Î P · doit(e,p) = e’)
Contoh : memindah/ mengkopi dokumen antar layar.
 doit(I(p),q)                  = I(p     q)
          doit(doit(e,p),q)         = doit(e, p     q)

Diagram PIE dapat dibaca pada level abstraksi yang berbeda.
C : keystrokes atau klik mouse
C = {‘a’, ‘b’, …, ‘0’, ‘1’, …, ‘*’, ‘&’, …}
D : display fisik
D = pixel_coord                   RGB_value
R : output yang dicetak
R = ink on paper

Model PIE merupakan interpretasi pada level fisik/ leksikal. Lebih berguna lagi untuk mengaplikasikan model pada level logika.
                                      ‘select bold font’
                                      window, button, field, …
Model ini dapat diaplikasikan di banyak level abstraksi.

Predictability & Observability
                                                                             R
                                                              result
                                                I
                                      P                 E
                                                        
                                                          observe
                                                                             O          D

WYSIWYG          memiliki 2 interpretasi :
1.      WYS adalah WYou will Get di printer, bagaimana kita menentukan hasil dari display
2.     WYS adalah WYou have Got di sistem, apa yang display berikan tentang efek.
Ke-2 interpretasi ini dianggap sebagai prinsip observability.

Keadaan sistem menunjukkan efek dari perintah2 berikutnya, sehingga jika sistem dapat diobservasi, display-nya menunjukkan suatu keadaan yang berarti predictable. (kasus khusus dari observability).

Formalisasi property. Kita dapat menentukan hasil dari display jika ada fungsi transparansi dari display ke hasil :

          $transparentR : D         R·
" e Î E · transparentR (display(e)) = result(e)

Untuk efeknya, state systemnya :
          $transparentE : D         E·
" e Î E · transparentE (display(e)) = e

Efek observable (O)
Sistem akan result observable jika hasil dapat  ditentukan dari efek observable :
          $predictR : O            R·
 " e Î E · predictR (observe(e)) = result(e)

Efek observasi memuat minimal informasi sebanyak hasilnya. Juga berisi informasi tambahan dari keadaan interaksi sistem. Misalnya pada saat mau melakukan pencetakan.

Kondisi yang lebih kuat dari system yang fully predictable :
          $transparentE : O            E·
 " e Î E · predict (observe(e)) = e
Kita dapat mengobserve state yang lengkap dari system. Kemudian kita dapat memprediksi apa pun dari system untuk melakukan sesuatu.

Reachability dan Undo
Suatu sistem dapat dikatakan tercapai (reachable) jika dari satu state dalam sistem dapat mencapai satu state lainnya.
" e, e’ Î E · ($ p Î P · doit(e,p) = e’)
Contoh : memindah/ mengkopi dokumen antar layar.
 Kasus khusus dari reachability : UNDO
" c Î C · doit(e,c      undo) = e
Berawal dari state e. Kemudian kita lakukan satu perintah c dan diikuti dengan perintah khusus undo. Maka state nya akan sama seperti awalnya.

Model-model Interaksi Lainnya
§  Windowing system
§  Timing
§  Attention
§  Non determinism
§  Dynamic pointers
Model PIE merupakan model event-in/ status-out. User melakukan event (dari C) dan system meresponnya dengan status (display).

Status / Event Analysis

Perbedaan status dan event adalah being dan doing. Status selalu memiliki nilai yang dapat direfer. Event merupakan kejadian pada saat tertentu. Analisis status event ini terlihat di layer system yang berbeda, user, layer (presentasi), dialog dan aplikasi. Pencarian event tercapai di setiap level dan status berubah pada setiap level. Pengggabungan dengan analisa psikologi yang naïf dari batasan presentasi membuat desainer memprediksi kesalahan dan perbaikan penting lainnya.

Properti event : waktu dan kalender.
Brian berjanji bertemu Alison untuk menonton bioskop jam 8 kurang 20. Dia berhenti bekerja 5 menit sebelumnya dan melihat ke jamnya terus menerus. Setiap beberapa menit, ia melihat jamnya. Pada saat jamnya menunjukkan jam 8 kurang 24 dia langsung pergi. Sebenarnya jam Brian memiliki alarm dan dia dapat melakukan setting jam 7:35 tetapi dia tidak tahu bagaimana cara melakukan settingnya.

Status : jamnya Brian, yang selalu menunjukkan waktu (dapat kontinyu maupun diskrit)

Event : waktu yang menunjukkan 7:35. Brian berhenti bekerja.

Polling : keadaan di mana Brian melihat ke jamnya terus menerus (periodic). Polling adalah kegiatan normal yang orang lakukan seperti mesin, merupakan cara standard untuk mengubah status menjadi event.

Actual vs perceived : event Brian setelah jam 7:35. Brian tidak melihat jamnya pada saat yang benar. Actual event menjadi perceived event beberapa menit setelah Brian melihat jamnya kembali.

Granularity : jam menunjukkan 7:35 dan ulang tahun Brian merupakan event, tetapi beroperasi pada rentang waktu yang berbeda.

Implikasi pada perancangan
Agar event yang dicapai user dapat pada skala waktu yang tepat, kita harus dapat memprediksi skala waktu event pada teknik interface yang bermacam2. Mempresentasi informasi sederhana pada layer atau menyebabkan event pada interface tidak menjamin bahwa event akan tercapai seperti keinginan user.

Psikologi naif
Psikologi ini stimuli apa yang penting dan ke mana atensi user difokuskan. Pertama dengan memprediksi ke mana user mencari, yaitu dari menggerakkan mouse, text insertion point, screen. Jika kita mengetahui ke mana user beratensi, kita dapat memberikan informasi. Perubahan focus visual user menjadi penting dan membuat event user tercapai. Kedua adalah event yang segera meskipun kita belum mengetahui ke mana user beratensi. Dan yang terakhir adalah experience closure, merasa telah lengkap melakukan sesuatu dan bersiap untuk sesuatu yang lain. Implikasinya pada persepsi dan aksi.


Jika ‘SEND’ dihit, pesan akan terkirim – ini event.  Event dari penerimaan mail kemudian direfleksikan ke perubahan status dari system file. Pada workstation yang sedang berada pada mailtool, icon ‘empty mailbox’ terlihat. Mailtool tidak berubah segera, tetapi secara periodic memeriksa file jika adalah yang berubah – disebut polls. Setelah beberapa saat, mailtool poll file dan melihat ada perubahan terjadi. Saat ini mengubah status dari file system menjadi perceived event bagi mailtool. Mailtool perlu memberitahu bahwa mail telah sampai dan harus membuat event ini tercapai bagi user. Mailtool melakukan perubahan pada icon-nya, ini adalah perubahan event ke status. Bagi user, dengan melihat perubahan pada icon, membuat user melakukan polls untuk membuka mail tersebut. Ada beberapa interface lainnya seperti explicit examination, audible bell, moving faces.

Screen button yang diaktifkan dengan mengklik mouse merupakan ‘widget’ standard dalam setiap toolkit interface dan banyak ditemukan pada aplikasi interface yang modern. Masalah yang umum adalah bahwa user berpikir button (tombol) telah ditekan tetapi sebenarnya belum. Misalnya pada pemroses kata. Dengan melakukan delete, mouse harus dipegang dan salah satu tombolnya ditekan dengan jari agar proses delete dapat berlangsung. Event ini langsung menuju ke dialogue yang merespon dengan menunjuk/ menerangi button ‘delete’. Jika penekanan tombol terjadi terhadap icon ‘delete’, user akan menemukan bahwa apa yang tidak diinginkan akan terhapus. Tetapi jika penekanan tombol mouse terhadap icon delete tidak dilakukan (tidak jadi), maka perintah delete menjadi batal dan tidak terjadi respon yang berarti.
Baca selanjutnya...

Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 7

  Notasi Dialog
 
Pertukaran instruksi d
an informasi antara user dan sistem komputer.
Terdapat dua model notasi dialog :
1.Diagramatik : flowchart, diagram alir
2.Tekstual : format grammar, aturan produksi

Dalam IMK ada 3 gaya bahasa :
1.Leksikal : ikon, tombol yang ditekan, ekivalen dengan bunyi, ejaan.
2.Sintaksis : urutan struktur I/O ekivalen dengan tata bahasa.
3.Semantik : makna dialog terkait dengan struktur data.
Struktur Dialog

Struktur dialog manusia sifatnya :
1.Tidak terstruktur.
2.Dipengaruhi oleh emosi, dan situasi.
3.Tidak konsisten.

Struktur dialog komputer : biasanya terstruktur dan terbatas. Karakteristik dialog manusia dengan komputer :
1.Dialog disebutkan dengan urutan tertentu.
2.Dialog telah ditetapkan sebelumnya.
3.Dialog berikutnya tergantung respon user.
4.Dialog mungkin saja tidak mengakomodasi semua kejadian yang mungkin.
5.Beberapa dialog dilakukan secara bersama.
6.Deskripsi dialog berada pada level sintaksis (bukan semantik).

 Hal yang perlu diperhatikan dalam struktur dialog komputer :
1.Rangkaian dialog harus menggambarkan struktur tugas.
2.Perlu ditambahkan : help, tutorial.
3.Rangkaian dialog harus urut sesuai struktur tugas.

Umumnya akses pengguna (user access) bukan merupakan bagian dari deskripsi tugas (task description) tetapi harus disertakan ke dalam sistem.

GUI Metaphor

Ada 4 hal utama dalam desain yang harus diperhatikan dalam GUI metaphor :
1.Pemilihan dan representasi konsep metaphor
2.Representasi objek interaktif dalam metaphor
3.Perancangan manipulasi untuk mengimplementasikan aksi user
4.Desain mikro metaphor untuk mengendalikan aksi (control action) dan representasi perintah (command).
Prinsip yang digunakan dalam desain dialog adalah membagi sistem menjadi beberapa bagian yang disebut modul.

 Deskripsi Pemisahan Dialog
 Dalam mendesain sebuah dialog diperlukan deskripsi yang terpisah dari program secara keseluruhan .

Ada 4 alasan utama penggunaan deskripsi pemisahan dialog :
1.Mudah dianalisis.
2.Pemisahan elemen interface dari semantik.
3.Biasanya dilakukan sebelum program ditulis dan memberi dampak pada desain program.
4.Kadang menggunakan prototipe tool.

 Notasi Diagramatik

Bentuk yang paling sering digunakan dalam desain dialog karena menggambarkan struktur dialog.
Sulit menjelaskan struktur dialog yang lebih luas dan kompleks.
Metode yang digunakan untuk notasi diagramatik, yaitu : flowchart, diagram alir, state transition network, diagram JSD.

 Notasi Tekstual
 Dalam notasi tekstual ada 3 metode yang digunakan, yaitu : grammar (tata bahasa), aturan produksi, CSP dan proses aljabar.
Pada IMK, tata bahasa merupakan suatu ekspresi yang menjelaskan suatu maksud dari suatu kalimat (sintaks). Salah satu bentuk formal yang sering digunakan adalah BNF (backus naur form) yang berfokus pada aksi user dan ekspresi reguler yang menjelaskan kriteria pencarian tekstual dan analisis leksikal pemrograman.
Pada aturan produksi menggunakan if kondisi then aksi (kecuali pada menu). Aturan produksi cocok untuk task paralel, bukan untuk task sequence.

CSP dan proses aljabar digunakan untuk proses sequential (urut) -> pada natural language based

Notasi Tekstual

CSP dan proses aljabar juga digunakan untuk proses yang berbarengan -> misalnya penggunaan mouse, keyboard, dan draw menu secara bersama-sama.

Dialog Semantik

Biasanya struktur dialog bersifat sintaksis.Dialog semantik memberikan tambahan catatan dialog formal mengenai suatu aksi dan user dibiarkan menginterpretasikan sendiri.
Pada dialog semantik terdapat 2 aspek dialog, yaitu aplikasi dan user. Pendekatan yang digunakan untuk menghubungkan dialog dan semantik :
1.Spesifikasi notasi semantik merupakan bentuk semantik dengan tujuan khusus yang didesain sebagai bagian dari notasi dialog.
2.Berhubungan dengan bahasa pemrograman dengan menyertakan sebagian pengkodean bahasa pemrograman ke dalam notasi dialog.
3.Berhubungan dengan spesifikasi notasi formal .

Desain dan Analisis Dialog
     Analisis dialog bertujuan untuk menemukan masalah daya guna yang potensial berkaitan dengan prinsip daya guna yang telah dibahas sebelumnya.

Terdapat 3 isu yang berkaitan dengan analisis properti dialog, yaitu :
1.Berfokus pada aksi yang dilakukan user, apakah dispesifikasikan dengan cukup dan konsisten.
2.Memperhatikan kondisi dialog, menyangkut kondisi yang diinginkan dan kondisi yang ingin dihilangkan.
3.Isu presentasi dan leksikal, bagaimana tampilan dan fungsi sebuah tombol (key).

Properti Aksi
 Tiga aksi dasar yaitu select from menu, click on a point, double click on a point.

Ada 3 karakteristik dalam properti aksi :
1.Kelengkapan : mendaftarkan semua aksi yang mungkin. Misalkan bagaimana prilaku sistem pada kondisi yang tidak diperkirakan atau pada kondisi khusus.
2.Determinasi : label dan simbol harus sama. Misalkan pada sebuah aturan produksi terdapat dua buah aturan yang diaktifkan oleh sebuah kejadian.
3.Konsistensi : aksi yang berbeda menghasilkan efek yang sama. Misalkan pada penggunaan keyboard dan mouse.

Properti Kondisi
State (kondisi) merepresentasikan point dimana user memperoleh informasi atau sistem telah melakukan sesuatu.
User membutuhkan kemampuan untuk meraih suatu kondisi dengan mudah.Reversability (undo) untuk kasus-kasus tertentu membantu user untuk mengembalikan suatu kondisi yang telah dilewati. Jika suatu aksi tidak bisa dikembalikan ke aksi sebelumnya maka desain itu perlu diuji ulang.
Jika tidak memungkinkan dilakukan undo, harus ada peringatan. Misalkan berhubungan dengan sistem/data formatting, berhubungan dengan pengolahan kata (misal ganti mode, esc, exit), berhubungan dengan penyimpanan (exit dengan simpan dan tanpa simpan).

Presentasi Leksikal

 Perancangan dialog harus independen (terpisah) dari perancangan detail leksikal.Seorang desainer harus menentukan fungsi sistem terlebih dahulu baru kemudian menggunakan model kognitif atau analisis tugas untuk mendesain dialog untuk menjalankan fungsi tersebut, dan kemudian mendesain presentasi sistem secara visual dan interface leksikal antara tombol yang ditekan dan mouse yang digerakkan dengan aksi dialog yang abstrak.
Desain dialog tidak terikat pada detail presentasi dialog. Pembentukan peringatan sangatlah kritis, sehingga perlu dihindari :
1.Tekanan (pesan atau suara) keras yang menyalahkan user.
2.Pesan yang generik (misalkan SYNTAX ERROR).
3.Pesan yang sulit dimengerti .


Desain Antropomorfik
Antropomorfik = memanusiakan mesin
Misalkan, saya akan menunggu anda memasukkan input.
Non-antropomoorfik = dialog singkat dan praktis yang digunakan pada interface dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.Atribut tidak menyesatkan.
2.Perbedaan yang jelas antara user dengan komputer.
3.Walaupun menarik, desain antropomorfik kadang menimbulkan keragu-raguan.
4.Sebaiknya memilih non-antropomorfik.

Contoh non-antropomorfik : masukkan input.

 Desain Display
Tampilan desain perlu dibuat sebaik mungkin karena mempengaruhi aksi terhadap user interface kategori prinsip perancangan sebagai berikut :
1.Elegan dan simpel
2.Terskala, kontras, dan proporsional
3.Organisasi dan struktur visual
4.Modul dan program : fokus, fleksibel dan konsisten.
5.Image dan representasi
6.Gaya dialog

-   Layout Area
  • Pembeda field : blank atau garis pemisah.
  • Penamaan yang tersusun secara kronologis dan jelas.
  • Label sangat membantu terkecuali bagi pengguna ahli.
  • Pembedaan label dan data dengan huruf besar, bold dll
  • Kotak boleh digunakan untuk membuat tampilan yang lebih menarik, tetapi akan memakan tempat.

    -     Warna                        
  •  Menyejukkan, tidak menyakitkan mata.
  • Menambah aksen pada tampilan yang kurang menarik.
  • Mempermudah pemahaman dalam tampilan yang kompleks.
  •  Menunjukkan penekanan pada struktur informasi secara logis.
  •  Memberi perhatian pada peringatan.
  •  Merepresentasikan reaksi emosional, seperti senang, marah.
Baca selanjutnya...

Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 6

Konsep Desain Pembelajaran

Berkaitan dengan konsep desain pembelajaran ada tiga masalah yang disajikan diawal pertemuan.
1) Dosen belum dapat merancang pembelajaran yang menarik dan bervariasi.
2) Terdapat ketumpangtindihan antara unut pembelajaran.
3) Tidak ada keterkaitan yang jelas antara tujuan pembelajaran dan tes yang diberikan.
Berdasarkan masalah tersebut perlu dilakukan desain pembelajaran. Baik itu guru maupun dosen, pokonya atas nama cinta. Ups.., salah. Atas nama kegiatan pembelajaran.
Desain pembelajaran dikenal juga dengan istilah instructional design = in-struc-tion-al de-sign. Yaitu proses dimana instruksi ditingkatkan melalui analisis kebutuhan pembelajaran dan pengembangan sistematis bahan pembelajaran. Desain instruksional sering menggunakan teknologi dan multimedia sebagai alat untuk mengingkatkan instruksi. Biasanya dengan menentukan metode, yang jika diikuti akan memfasilitasi transfer pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk penerima. instruksi.  Untuk itu perlu memerhatikan ‘praktek terbaik’ dan metode pembelajaran yang inovatif untuk membuat model desain yang lebih efektif.


Desain pembelajaran terdiri dari lima fase:
1.   analisis
2.   desain
3.   pengembangan
4.   implementasi
5.   evaluasi

        Lima fase itu dilakukan secara berkelanjutan dengan perbaikan selalu menyertai perjalanan mereka. Bila melakukan perjalanan mengawali dengan anlisis-desain-pengembangan-implementasi-evaluasi akan kembali lagi ke analisis. Dan setiap tahap itu selalu akan ada perbaikan-perbaikan seperti prinsip orang Jepang. Tidak ada uji coba-uji coba. Semua terus berjalan dengan perbaikan di tengah jalan. Lima fase ini pun tersebut secara garis besar terdapat tiga tahap:
tahap I    : Pengembangan pembelajaranl
tahap II   : Pelaksanaan Kegiatan pembelajaran
tahap III  : Evaluasi pembelajaran
       Kembali kepada masalah yang disajikan diawal, bahwa pengajar kurang memerhatikan tingkat kesukaran dari suatu materi. Sehingga peserta didik merasa ada ketumpang tindihan dalam pembelajaran, peserta didik merasa antara tujuan dan evaluasi tidak berkaitan atau merasa pengajarnya tidak inovatif. Kalau ditinjau ulang, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah ketidakpedulian pengajar memerhatikan tingkat kesulitan pada materi tertentu. Padahal sulit atau tidaknya suatu materi dapat dilihat pada kata kerja yang digunakan dalam indikator yang bergerak dari taksonomi Bloom. Kognitif-afektif-prikomotor.
Ranah Kognitif:
1.   Pengetahuan (Knowledge)
2.   Pemahaman (Comprehension)
3.   Penerapan (Application)
4.   Analisis (Analysis)
5.   Sintesis (Synthesis)
6.   Evaluasi (Evaluasion)

Ranah Afektif:
1.   Penerimaan (Receiving)
2.   Menanggapi (Respondinh)
3.   Penanaman Nilai (Valuing)
4.   Pengorganisasian (Organization)
5.   Karakterisasi (Characterization)

Ranah Psikomotor
1.   Pengamatan (Observing)
2.   Peniruan (Imitation)
3.   Pembiasaan (Practicing)
4.   Penyesuian (Adapting)

-     Tiga ranah bersama 15 kata kerja di atas dapat membantu pengajar untuk mendesain sebuah pembelajaran dengan pendekatan pengembangan kurikulum sebagai berikut:
  •          berbasis bidang ilmu
  •          berbasis kompetensi
  •         berbasis relevansi personal
  •         berbasis isi sosial

    -  Atau dengan model pengembangan sistemik:
  •       desain pembelajaran yang disebut juga dengan instructional design (ID)
  •      Sistemik, dengan logical steps berdasarkan prinsip-prinsip ID
  •       Strctrure, kesesuaian antara target kompetensi dengan strategi pembelajaran

Tanpa melupakan karaktertistik ID tersebut:
1.   berorientasi pada peserta didik (student centered)
2.   berorientasi pada tujuan (goal oriented)
3.   fokus pada tujuan kinerja nyata (real world performance)
4.   fokus pada kinerja yang dapat diukur secara valid dan reliabel

Dan selalu ingatlah dalam merancang sebuah desain pembelajaran yang efektif  bahwa dalam pendidikan tidak ada yang bodoh (pengajar-peserta didik), hanya belum baik. Makanya untuk menjadikannya baik diperlukan desain pembelajaran yang efektif dan inovatif.

 Struktur Kognitif Manusia

Ausubel merupakan seorang tokoh yang mengemukakan bahwa struktur kognitif dapat disebut sebagai pengetahuan. Struktur kognitif seseorang tidak lain adalah organisasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari lingkungan. Struktur kognitif terbentuk dari informasi lingkungan sebagai suatu stimulus dari lingkungan yang selalu berubah, maka struktur kognitif atau pengetahuan pun akan terus berkembang.

Menurut Piaget (1896) struktur kognitif merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan dan menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya. Sedangkan menurut tokoh yang bernama Ausabel ia mengemukakan bahwa struktur kognitif merupakan organisasi pengetahuan atau dengan kata lain bahwa struktur kognitif dapat disebut sebagai pengetahuan. Struktur kognitif seseorang tidak lain adalah organisasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari lingkungan
Baca selanjutnya...

Interaksi Manusia dan Komputer - Pertemuan 5

DESAIN DALAM IMK

1. Prinsip Desain
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya. Akhir-akhir ini, proses (secara umum) juga dianggap sebagai produk dari desain, sehingga muncul istilah “perancangan proses”. Salah satu contoh dari perancangan proses adalah perancangan proses dalam industri kimia.

2.Ide dalam membuat design
Berawal dari minat sang desainer (perancang) untuk memilih, menciptakan, ilustrasi baik berupa foto maupun tulisan.

3.Tantangan dalam membuat design
Antara lain: Proses pembuatan. Metoda merancang. Produk yang dihasilkan (rancangan). Serta disiplin ilmu yang digunakan (disain).

 4.Contoh design dalam kehidupan sehari-hari
Gambar, Animasi, Kartun, Lucu

Desain Grafik
Bagian dari interface yang terlihat dan menimbulkan cita rasa
a). Sesuatu yang seseorang lihat pertama kali, dan menimbulkan kesan serta mempengaruhi tingkat emosi (mood)
b). Salah satu bentuk seni lukis (gambar) terapan yang memberikan kebebasan kepada sang desainer (perancang) untuk memilih, menciptakan, atau mengatur elemen rupa seperti ilustrasi, foto, tulisan, dan garis di atas suatu permukaan dengan tujuan untuk diproduksi dan dikomunikasikan sebagai sebuah pesan. Gambar maupun tanda yang digunakan bisa berupa tipografi atau media lainnya seperti gambar atau fotografi.Desain grafis umumnya diterapkan dalam dunia periklanan, packaging, perfilman, dan lain-lain.
Desain Grafis
adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam disain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. disain grafis diterapkan dalam disain komunikasi dan fine art. Seperti jenis disain lainnya, disain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang digunakan (disain). Seni disain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan visual, termasuk di dalamnya tipografi, ilustrasi, fotografi, pengolahan gambar, dan tata letak. 

-Filosofi Desain
  • Elemen visual ekonomi
  • Tidak berlebihan
  • Jelas dan terorganizir dengan baik
-Prinsip Desain Grafik
1.Metafora (proses perancangan bentuk). Maksudnya Menampilkan dan menggambarkan elemen-elemen (titik, garis, warna, ruang dan tekstur) yang relefan dan dikenali. Menggunakan desktop yang berhubungan dengan perancangan interface (Adobe Photoshop, Corel Draw, Macromedia flash dll).
2.Kejelasan. Setiap elemen yang digunakan pada interface harus beralasan dalam penggunaannya. Memperjelas pesan yang diberikan. Memberikan  relax pada mata dalam menatap elemen-elemen saat beraktifitas. Menawarkan kesederhanaan, enak dilihat, berkelas dan jelas
3. Konsisten
Konsisten dalam layout,warna,gambar (image),icon,tipografi,teks, dll
·Konsisten pada layar, perpindahan antar layar satu ke layar lain
·Konsisten pada desain interface yang dirancang
·Bidang kerja (platform) mempunyai petunjuk tuntunan

 - Pembuatan User Interface
Digunakan untuk mempermudah user dalam mengkomunikasikan bentuk disain kedalam sebuah gambar, tulisan dsb.

- Teknik Koding
  •  Digunakan sepintas lalu, baik untuk menarik perhatian tapi jarang digunakan
  •  Mengabaikan penggunaan video,baik untuk membuat sesuatu menjadi solid tapi jarang digunakan.Mungkin menarik mata tapi dapat mengganggu setelah beberapa waktu.
- Tipografi (typography)
  •   Karakter dan simbol dalam penggunaannya mudah dilihat dan dibedakan
  •  Menghindari penggunaan upper case (huruf besar) pada tiap huruf dalam suatu pengetikan naskah
  •  Berdasarkan studi di temukan bahwa penggunaan campuran huruf kecil dan besar mempercepat proses membaca
  • Mudah dibaca
  • Mudah dikenali dengan adanya sekumpulan jenis huruf yang digunakan untuk mengetik suatu naskah/teks
- Fonts
       Menggunakan serif untuk badan teks; sans serif untuk judul
- Menggunakan 1-2 huruf (maksimum 3 huruf)
- Menggunakan jenis huruf normal,italic,bold
- Jangan sering menggunakan bold, italic, dan huruf besar untuk sebagian besar teks/naskah,memperlambat proses baca
- Ukuran huruf maksimum 1-3 jenis ukuran
- Perhatikan warna dari background teks
- Warna (atribut, asosiasi)
       Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera pengelihatan. Secara obyektif atau fisik, warna dapat diberikan oleh panjang gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik.
       Cahaya yang dapat ditangkap indera manusia mempunyai panjang gelombang 380 sampai 780 nanometer. Cahaya antara dua jarak nanometer tersebut dapat diurai melalui prisma kaca menjadi warna-warna pelangi yang disebut spectrum atau warna cahaya, mulai berkas cahaya warna ungu, violet, biru, hijau, kuning, jingga, hingga merah. Di luar cahaya ungu /violet terdapat gelombang-gelombang ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic. Di luar cahaya merah terdapat gelombang / sinar inframerah, gelombang Hertz, gelombang Radio pendek, dan gelombang radio panjang, yang banyak digunakan untuk pemancaran radio dan TV.
       Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina) kita hingga terlihatlah warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan warna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi. Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas.
       Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss , bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut . Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan untuk traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat. Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda. Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda.
        Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu memberikan kesan pada seseorang sbb :
1.Hitam, sebagai warna yang tertua (gelap) dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan kegelapan (juga dalam hal emosi).
2.Putih, sebagai warna yang paling terang, melambangkan cahaya, kesucian.
3.Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.
4.Merah, bersifat menaklukkan, ekspansif (meluas), dominan (berkuasa), aktif dan vital (hidup), panas membara, peringatan, penyerangan, cinta.
5.Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari hal-hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan kebahagiaan, keceriaan dan hati-hati
6.Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte), sifat yang tak terhingga dan transenden, disamping itu memiliki sifat tantangan.
7.Hijau, mempunyai sifat keseimbangan dan selaras, membangkitkan ketenangan dan tempat mengumpulkan daya-daya baru, identik dengan pertumbuhan dalam lingkungan,pasukan perdamaian,kepuasan
8.Pink, warna yang identik dengan wanita, menarik/cantik, gulali
9.Orange, warna yang identik dengan musim gugur, penuh kehangatan, halloween.
10.Coklat, warna yang mengesankan hangat, identik dengan musim gugur, kotor, bumi
11.Ungu, warna yang identik dengan kesetiaan, kepuasan, Barney (tokoh boneka berwarna ungu)
        Dari sekian banyak warna, dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem warna Prang System yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876 atau disebut juga sebagai atribut warna meliputi :
1.Hue, adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, biru, hijau dsb.
2.Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Contohnya adalah tingkatan warna dari putih hingga hitam.
3.Saturation/Intensity, seringkali disebut dengan chroma, adalah dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.
       Selain Prang System terdapat beberapa sistem warna lain yakni, CMYK atau Process Color System, Munsell Color System, Ostwald Color System, Schopenhauer/Goethe Weighted Color System, Substractive Color System serta Additive Color/RGB Color System. Diantara bermacam sistem warna diatas, kini yang banyak dipergunakan dalam industri media visual cetak adalah CMYK atau Process Color System yang membagi warna dasarnya menjadi Cyan, Magenta, Yellow dan Black. Sedangkan RGB Color System dipergunakan dalam industri media visual elektronika. Pada monitor, skema jenis RGB adalah sbb:

 Penuntun Penggunaan Warna
  •  Tampilkan warna dengan latar belakang (background) gelap
  • Pilih warna yang cerah untuk foreground (putih,hijau  dll)
  •  Hindari penggunaan warna coklat dan hijau untuk background
  •  Kecerahan dan kombinasi warna pada foreground dan background kontras
  •  Gunakan warna sesuai kebutuhan,disain dibuat dalam b/w dan ditambahkan warna lain  sesuai kebutuhan Gunakan warna untuk menarik perhatian user, komunikasi terarah, identifikasi status, menjalin hubungan antar elemen
  •  Hindari penggunaan warna pada pekerjaan yang sifatnya non-task, untuk layar yang kebanyakan terdiri dari teks, warna dapat membantu ketika user harus mencari /membedakan bagian2 tertentu
- Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan warna, yaitu:
  • Buta warna (cacat warna)
  • Monitor monochrome (hanya mengenal satu warna)
- Pengkodean ekstra meningkatkan tampilan interface
  •  Konsisten dalam penggunaan warna
  •  Membatasi pengkodean warna menjadi 8 warna (4 warna  lebih baik)
  •  Gunakan warna b/w atau abu-abu, atau b/w saja untuk tampilan interface
  •  Untuk menunjukkan keragaman bagian-bagian pada layar
  •  Disainer sering menggunakan layar kerja dengan menggunakan 4-5 warna

DESAIN PADA INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER


      IMK diperlukan untuk menjamin Komputer dapat digunakan sesuai kebutuhan dan kemampuan pengguna user tidak perlu terlalu banyak berpikir tentang cara menggunakan komputer. User tidak perlu tahu proses yang terjadi dalam komputer.
Prinsip kunci disain IMK yang baik yaitu visibility dan affordance.
     IMK bertujuan untuk mengembangkan keamanan, utilitas, efektifitas, efisiensi, dan kegunaan suatu sistem yang melibatkan manusia dan komputer.

    utility –> hal-hal yang dapat dilakukan oleh sistem

    usability –> sistem yang mudah dipelajari dan digunakan

       Kognisi adalah proses dimana orang belajar sesuatu dari dunia nyata, bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan Kognisi dapat diperoleh dari pengalaman (experential) atau pemikiran (reflective)
Baca selanjutnya...